Kamis, 02 September 2010

WINNER OF THE WORLD



Keadaan yang menghimpit, cita-cita hidup yang tak kunjung diraih, membuat banyak manusia yang tak sabar bersegera putus asa. Ketika kekalahan demi kekalahan dalam berbagai bidang kehidupannya datang menerpa, lahir pandangan bahwa dunia ini memang bukan tercipta untuknya. Dunia telah mengasingkan dirinya menjadi seseorang yang kalah, seorang pengecut, bahkan menjadi seorang pecundang. Keterasingan yang membuat diri terlena oleh kedangkalan pemahaman agama yang melegitimasi keterasingan sebagai pengorbanan untuk kehidupan akhirat yang serba indah.



Kekalahan, kegagalan, merupakan hal yang wajar dalam kehidupan dunia ini. Kekalahan ini bukanlah dimaknai sebagai akhir dari perjuangan hidup yang dilakukan, melainkan sebagai peringatan dan batu loncatan akan peningkatan prestasi hidup selanjutnya. Memang, takdir seseorang telah ditentukan oleh Tuhan, namun orang yang menyerah pada kekalahan yang dialaminya bukanlah menyerah pada takdir. Karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau seseorang sebelum seseorang atau kaum tersebut berusaha mengubah nasibnya tersebut.

Ketika takdir itu ada dan kita memang tidak mengetahui takdir kita, karena kewajiban kita hanya mengimaninya sebagai salah satu yang ghaib. Seandainya kita hanya bergulat pada realitas yang nyata, maka kita akan dihadapkan pada keterpurukan jiwa karena tidak mempercayai hal yang bersifat ghaib.

Kematian memang harus menjadi dasar perjuangan hidup bagi setiap manusia. Meyakini bahwa suatu saat kita akan mati dan di hari yang sakral nanti akan ada pertanggung jawaban yang harus dilakukan oleh seorang manusia, akan membentuk mentalitas kita dalam menghadapi hidup ini. Bukannya lalu apatis dan senantiasa berorientasi pada kehidupan akhirat kelak, karena belum jaminan bahwa kemenangan di akhirat kelak akan hadir ketika kekalahan demi kekalahan sebagai manusia terus diterima ketika hidup di dunia.

Kesadaran akan kematian ini akan membuat kita mempersembahkan yang terbaik untuk kehidupan dunia ini. Kematian tidak hanya dimaknai sebagai ketakutan simbolis akan siksa kubur dan hari akhir, namun sebagai batu loncatan untuk berbuat yang terbaik untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok, begitu sabda Nabi. Kita hidup untuk mempersembahkan yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk diri dan lingkungan kita. Berbuat yang terbaik untuk orang-orang terdekat dan menjadi rahmat bagi seluruh alam akan menjadikan kita bisa mengukir diri sebagai pribadi bermental pemenang.

Setiap insan dilahirkan untuk menjadi pemenang, bukan untuk menjadi pengecut bahkan pecundang. Tentunya, konsep kemenangan tidak hanya dimaknai sebagai kemenangan pribadi maupun kelompok, alangkah lebih baiknya bila kemenangan ini dimaknai sebagai kemenangan bersama, win-win solution. Kemenangan bersama yang dimaknai ini akan melahirkan semangat bahwa dalam setiap kompetisi kehidupan tidaklah harus kemenangan satu pihak itu berbuah pada kekalahan pihak lain. Survival of the fittest tidak berlaku secara absolut.

Sejak kita belum ada, dalam hal ini ketika terjadi proses pembuahan maka sperma sang ayah akan membuahi ovum sang ibu. Dalam proses ini, jutaan sel sperma akan berlomba-lomba untuk menuju sel ovum. Di tengah jalan, banyak sel yang kandas, pincang, putus asa karena tidak mendapatkan jalan keluar. Semakin jauh perjalanan menuju ovum makin terseleksilah jutaan sel sperma. Perjuangan sel sperma dan kecepatannya menuju ke ovum menentukan menang tidaknya sel sperma tersebut untuk mendapatkan ovum. Hanya satu sel sperma yang dapat mencapai ovum sehingga terjadi pembuahan. Jutaan sel sperma lainnya tersingkirkan dan akhirnya mati. Di sini kita bisa lihat, bahwa sejak awal kehidupan manusia sendiri telah penuh perjuangan, kehadiran kita sebagai manusia di dunia ini merupakan hasil seleksi dari jutaan calon manusia, yang disortir untuk menjadi pemenang. Karena itu kehadiran kita di dunia ini merupakan kehadiran seorang pemenang, pemenang yang telah dilahirkan.

Inilah takdir kita yang sejati, terlahir sebagai pemenang. Begitu pula dengan hidup kita, takdir sejati kita adalah sebagai pemenang, bukan pecundang. Pencapaian sesuatu dengan keikhlasan, sabar dan syukur yang tiada batas, adalah mental seorang pemenang. Kematian yang akan membatasi seluruh perjuangan meraih kemenangan kita, karena ketika mati kita tidak akan mampu berbuat apa-apa. Kita hanya mampu menikmati hasil jerih payah selama di dunia, siapa yang menanam dia bakal menuai. Saat itulah dimulai fase pertanggung jawaban dan penganugerahan medali penghargaan untuk pemenang kehidupan dunia dengan kebahagiaan hidup di akhirat. Sedangkan si pecundang didepak untuk menikmati panasnya siksaan api neraka.

0 komentar:

Posting Komentar